30 Agustus, 2009

Program Aplikasi Apotik Jaga Rumah Sakit

Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan / customer / pasien, akan selalu melibatkan peranan Instalasi Farmasi, karena pada instalasi inilah barang farmasi / obat-obatan dikelola, dari mulai pengadaan / pembelian, penyimpanan, distribusi ke satelit, apotik, IGD, maupun persediaan ruangan, bahkan hingga sampai ke pasien / pelanggan peranan farmasi masih dibutuhkan.

Dalam pengembangan sistem informasi farmasi rumah sakit, tidak lepas dari peranan Instalasi Farmasi di atas, sehingga program aplikasi untuk mendukung sistem informasi farmasi rumah sakit, dapat dikelompokkan seperti di bawah ini :
1. Program Aplikasi Administrator database farmasi / apotik;
2. Program Aplikasi Pengelolaan Gudang Farmasi / Apoti;
3. Program Aplikasi Pelayanan Farmasi / Apotik;
4. Program Aplikasi Informasi Manajemen.

Program Aplikasi Pelayanan Farmasi / Apotik, menurut distibusinya dapat dibagi sebagai berikut :
1. Program Aplikasi Pelayanan Pasien, mencakup Satelit / Rawat Inap, Apotik / Rawat Jalan dan Gawat Darurat;
4. Program Aplikasi Pelayanan Non Pasien (Apotik Jaga);

Program Aplikasi Pelayanan Apotik Jaga, atau dapat disingkat menjadi Program Aplikasi Apotik Jaga Rumah Sakit, program aplikasi ini berperan untuk membantu Instalasi Farmasi dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan / customer yang datang untuk mendapatkan pelayanan obat-oabatan / barang farmasi, yang kedatangannya bisa melalui rujukan dokter luar, atau dokter dalam dan datang sendiri, dengan menunjukkan resep sebagai bukti otentikan permintaan obat dari dokter.
Sehingga dapat dibedakan antara pasien dan pelanggan dari luar, dengan gambaran alur sebagai berikut :
1. Customer datang dengan membawa resep;
2. Pendaftaran di apotik,
3. Entri identitas customer dan dokter pengirim (oleh petugas apotik);
3. Entri barang / obat sesuai resep;
4. Pencetakan;
5. Pembayaran;
6. Pengambilan barang / obat;
7. Customer pulang dengan telah membayar lunas dan membawa barang / obatnya.

Isi resep, terdiri dari :
1. identitas customer (nama, alamat, tempat / tgl lahir / umur);
2. dokter pengirim (nama, alamat);
3. jenis barang / obat dan jumlahnya (dapat berupa racikan dan non racikan);

Menu program aplikasi tersebut dapat dibagi seperti di bawah ini :
a. Program (Login, Logout, dan Keluar);
b. Transaksi (registrasi, pelayanan, cetak ulang kuitansi, rekap transaksi harian, Stok Apotik Jaga)
c. Informasi (data harga barang / obat, stok barang / keadaannya, rekapitulasi penjualan barang / obat, rekapitulasi penerimaan, informasi pengembangan sistem).


Baca Selengkapnya..

24 Agustus, 2009

PERCAKAPAN KEDUA

(SANKHYA - YOGA)

SENJAYA :
1. Sri Krishna memandang dengan penuh belas kasihan pada Arjuna yang berlinang-linang air mata dan hatinya bimbang (ragu-ragu) dalam mengangkat senjata melawan Kurawa, sanak keluarganya sendiri, lalu berujar :
2. Dalam saat segenting ini dari mana datangnya kelesuan yang rendah dan tidak sesuai martabat seorang Aria (bangsawan) serta bersifat menjauhkan pahala surga, Arjuna !
3. O, putera dari Pritha (Arjuna sering juga digelari putera Pritha yang menjadi alias Dewi Kunti, ibunda Arjuna) janganlah engkau menuruti kelemahan hatimu. Itulah tak selayaknya. Enyahkanlah segala keluh kesahmu dan bangkitlah, hai kesatria yang gagah berani !.
ARJUNA :
4. O, Sri Krishna, bagaimanakah di dalam pertempuran ini aku dapat memanah Bhisma dan Pendita Druna yang kedua-duanya kunjunjung tinggi sekali ?.
5. Sungguh lebih baik aku tidak membunuh para guruku sendiri dan menuntut penghidupan di alam dunia ini dengan makan nasi dan meminta-minta. Walaupun mereka mengejar milik-milik kami, tetap aku tak ingin menikmati kebahagiaan yang dilekati darah mereka.
6. Benar entah jalan apa yang aku harus tempuh; apa kita membunuh mereka atau mereka membunuh kita, karena mereka kini berhadapan dengan kita sebagai musuh.
7. Karena hatiku sekarang diliputi dengan rasa kasihan dan batinku kabur untuk menunaikan dharmaku, maka aku meminta nasihatmu apakah yang ku-harus lakukan ? Berikanlah aku kepastian, Aku murudmu memohon kepadamu, Sri Krishna?




(Sumber : Bhagawad Gita - disadur dan ditafsirkan oleh ROMO, diterbitkan oleh Toko Buku HO KIM YOE, Semarang, Maret 1957, hal 49 - 66).

Baca Selengkapnya..

19 Agustus, 2009

Percakapan Pertama

KEBIMBANGAN ARJUNA (WISADA - YOGA)

SRI DESTARATA :
1. Dipadang keramat (suci) Kuru-setra (sekarang tempat itu letaknya dekat Delhi) bersiap-sedia putera-putera Pandu (Pandawa). Mereka berbuat apa di sana, Senjaya ?
(Senjaya adalah Perdana Menteri dan juru tulis peperangan Baratayuda, Sri Destarata yang buta oleh para Bharata hendak diberi penglihatan supaya dapat menyaksikan sendiri peperangan yang maha dahsyat itu, namun beliau menolak, karena kuatir tak sampai hati melihat kahancuran sanak-keluarganya sendiri. Beliau hanya menitahkan Senjaya membuat laporan pandangan mata)

SENJAYA :
2. Setelah Prabu Duryudana melihat tentara Pandawa bersiap sedia untuk berperang, maka beliau telah bersabda kepada Gurunya (Pandita Durna) :
3. "Wahai, Guruku, tinjaulah angkatan perang besar dari putera-putera Pandu sudah siap teratur oleh Drestajumana, putera Raja Drupada, murid Guru sendiri.
4. Di sanalah berbaris pahlawan-pahlawan, pemanah-pemanah yang mahir menyerupai kepandaian Bima dan Arjuna. Pula di sana ada Yuyudana, Wirata dan Drupada dengan kereta perangnya yang ampuh.
5-6. Lihatlah pula Dhristaketu, Sekitana, dan Raja Kashi (sekarang Benares) dan Purujit, Kuntibhoya dan Raja dari Sibi bagaikan banteng-ketaton. Pula pandanglah Yudhamanyu yang gagah perkasa, Utamanya, putera-putera Drupadi, semua cekatan memainkan senjata perang.
7-9. Ketahuilah, Guru, diantara kitapun ada pahlawan-pahlawan yang unggul dan kami hendak sebut antaranya : Guru pribadi, Bhisma, Karna, Kripa, Aswatama (putera Pendita Durna sendiri), Wikarna dan putera Somadati. Dan masih banyak ksatria yang rela menyabung jiwanya untuk kami serta kesemuanya pandai benar dalam peperangan.
10. Namun kekuatan pasukan yang dipimpin Bhisma tampak kurang cukup kuat, sedangkan angkatan perang yang dipimpin Bhima agak cukup angker.
11. Kalian dengan masing-masing pasukannya harus bersatu padu bela dan melindungi Bhisma.
12. Hati Duryudana amat girang ketika mendengar kakek yang tertua dari kaum Kurawa, ialah Bhisma, meniup terompet kulit kerang yang bagaikan geram singa.
13. Tidak lama terdengar suara tambur, terompet, dan sebagainya riuh rendah.
14. Lalu dari atas kereta perang yang ditarik kuda-kuda berbulu dawuk Sri Krishna dan Arjuna meniup terompet masing-masing yang bersal dari Suralaya (kayangan atau surga).
15-19. Dengan ditambahnya suara ksatria-ksatria lain membunyikan masing-masing tetabuhan perangnya, maka suara gegap gempita memenuhi angkasa, sehingga jantung kaum Kurawa berdenyut-denyut.
20-21. Kemudian Arjuna berkata pada Sri Krishna : "Majukanlah kereta perangku ketengah medan perang Ayusta ! (Ayusta = tak pernah gentar adalah julukan Sri Krishna).
22-23. Dengan demikian aku dapat melihat dari dekat siapakah gerangan yang menghendaki pertempuran hebat ini dan dengan siapa aku harus berlawanan ? Pula aku ingin mengetahui siapakah yang menyukai perang disebelah pihak Kurawa yang buruk wataknya itu ?.
24. Mendengar permintaan Arjuna, maka Sri Krishna segera memajukan kereta perang yang dikendalikannya ketengah medan perang.
25. Dihadapan Bhisma, Druna dan semua Raja-raja, Sri Krishna berseru : "Hai, Arjuna, lihatlah para Kurawa sudah siap sedia !".
26-27. Maka ditataplah oleh Arjuna barisan musuh itu dan ternyata antara mereka adalah guru-gur, paman-paman, saudara sepupu, cucu-cucu dan kawan-kawan sendiri di masa muda. Kesemuanya yang hendak bertempur itu adalah keluarganya sendiri.
28-29. Dengan iba hati Arjuna lalu menjadi bimbang dan berkata pada Sri Krishna : "Ah, jikalau aku memandang sanak-keluargaku, Guru, sedemikian bernafsu untuk berperang, badanku terasa lemas, bibirku kering, seluruh tubuhku menggigil dan bulu romaku berdiri.
30. Busur (gondewa) ku terlepas dari tanganku, kulitku seperti terbakar hangus dan aku tak dapat berdiri tegak, karena pikiranku kabur.
31. Aku melihat alamat-alamat yang sangat buruk dan tak membawa manfaat aku membunuh sanak keluargaku sendiri, O, Sri Krishna!".
32. Aku tak ingin menang perang atau kekuasaan, pula bahagia, kenikmatan dunia, karena apakah artinya semua ini ?.
33-34. Mereka yang sekarang sedia menyabung nyawa adalah sanak-keluargaku. Cobalah pandang mereka !. Bukankan mereka adalah bekas Guruku sendiri, embahku, pamanku, cucuku, iparku dan lain-lain kaumku sendiri?.
35-36. O, aku tak mau membunuh mereka, meskipun aku akan dibunuh oleh mereka. Tidak .... Tidak .... aku tak akan berbuat sekejam itu, walaupun kelak aku akan diberi pahala segala kekuasaan dan harta benda sedunia. Apakah kesenangannya membinasakan putera-putera Destarata ?, Hanya dosa yang melekat pada kita.
37. Apakah patut kita menghabiskan jiwa sanak-keluarga sendiri dan apakah kita dapat menikmati kebahagiaan dengan membinasakan turunan sendiri ?.
38-39. Jikalau hati mereka diliputi kelabaan dan membinasakan keturunan sendiri dipandang bukan sebagai suatu dosa dan bermusuhan pada sahabat-sahabat bukan suatu kejahatan, mengapa kita tidak mengelakkan kejahatan itu, karena kita memandang itu sebagai suatu dosa ?. Dengan lenyapnya keturunan, maka lenyaplah dharma, lalu timbul adharma yang meluas pada sisa keturunan kita (dharma = tugas manusia untuk melakukan kebaikan. Adharma = kekacauan atau juga tak ada hukum lagi).
41-43. Dengan munculnya adharma, maka wanita akan kehilangan akhlaknya. Jika wanita sudah hilang kesusilaannya, maka campur baurlah keadaan keturunan (kasta). Percampuran itu akan menuntun ke neraka dan melenyapkan adat-istiadat (tatakrama). Leluhur kita akan jatuh dalam neraka, karena tak ada yang memberi saji-sajian.
44-47. Manusia yang telah merusak keturunannya sendiri akan celaka selama-lamanya dalam neraka, demikian kata orang. Maka ingatlah, jangan karena terdorong oleh hawa nafsu ingin berkuasa kita membunuh sanak keluarga sendiri.
Jika Putera-putera Destarata hendak menyerang diriku, aku tak akan melawan dan tak akan memegang senjata, sehingga aku binasa, betapa bahagia rasanya.
Lalu Arjuna menjatuhkan diri di bangku kereta perangnya, melontarkan busur dan anak panahnya dengan penuh perasaan cemas.


(Sumber : Bhagawad Gita - disadur dan ditafsirkan oleh ROMO, diterbitkan oleh Toko Buku HO KIM YOE, Semarang, Maret 1957, hal 41 - 48).

Baca Selengkapnya..

17 Agustus, 2009

Sejarah Djin, Nabi sarta 'Arab, Benggala sarta Jawa

Sejarah Jin
Jejer :
0. Sang Parijan, apeputra San Jan;
Turun :
1. Sang Jan : speputra Sang Prabu Adajali ing Dewata;
2. Sang Prabu Adajali ing Dewata, apeputra Sang Prabu Andakara;
3. Sang Prabu Andakara, apeputra 29.
Putra angka :
1. Sri Palija;
2. Sri Jumingah;
3. Patih Parwata;
4. Jampina, warna buta sumpung;
5. Sang Barih, warna awak ula srah uwong;
6. Sri Jaminah;
7. Prabu Rawangin, peputra Dewi Rawati, kagarwa Sang Hyang Nurrasa;
8. Prabu Min;
9. Prabu Minang, ratu manuk;
10. Prabu Palitu;
11. Prabu Samapiyun, warna celeng putih;
12. Prabu Mahalitu, warna Gajah;
13. Prabu Namrut jejuluk Prabu Aija, peputra Retno Saoti, kagarwa Sang Hyang Wenang;
14. Prabu Krida;
15. Prabu Nurradi, peputra Dewi Nurrini, kagarwa Sajid Anwar kang jejuluk Sang Hyang Nurcahyo;
16. Prabu Paswaka;
17. Sang Dalungan;
18. Patih Amir;
19. Sakalitu, warna kucing;
20. Sakiyata, warna macan;
21. Sang Wudus, warna Gajah;
22. Sang Puk, warna buta;
23. Sang Aswa, warna jaran;
24. Prabu Salurahan, warna buta;
25. Prabu Palat, warna Bajing;
26. Prabu Paletak, warna tikus;
27. Prabu Alpat;
28. Prabu Kuswaka;
29. Prabu Dahri, warna yuyu, peputra Dewi Rekatawati, kagarwa Sang Hyang Tunggal.

Sejarah Nabi Sarta ‘Arab
Jejer :
0. Bebuka Kanjeng Nabi Adam, garwa Sitti Kawa, apeputra Kanjeng Nabi Sis.
Turun :
1. Kanjeng Nabi Sis, garwa widadari asma Dewi Sitti Mulat, apeputra 2 :
a. Sayid Anwas, nurunake Nabi sarta Arab;
b. Sayid Anwar, nurunake Benggala sarta Jawa, (kaya kang kasebut ing sejarah Benggala sarta Jawa).
2. Sayid Anwas, peputra Sultan Kinan;
3. Sultan Kinan, Peputra Sultan Manail;
4. Sultan Manail, peputra Sultan Barat;
5. Sultan Barat, peputra Kanjeng Nabi Edris;
6. Kanjeng Nabi Edris, peputra Sultan Mun tawal;
7. Sultan Muntawal, peputra Sultan Lemah;
8. Sultan Lemah, peputra Nabi Nuh Sayid Sam;
9. Nabi Nuh Sayid Sam, peputra Sang Prabu Irparsat;
10. Sang Prabu Irparsat, peputra Baginda Saleh;
11. Baginda Saleh, peputra Sayidin ‘Anbar;
12. Sayidin ‘Anbar, peputra Kanjeng Sultan Rangu;
13. Kanjeng Sultan Rangu, peputra Sang Prabu Susuruh;
14. Sang Prabu Susuruh, peputra Sayidin Kur;
15. Sayidin Kur, peputra Sang Patih Najar;
16. Sang Patih Najar, peputra Kanjeng Nabi Ibrahim;
17. Kanjeng Nabi Ibrahim, peputra Kanjeng Nabi Isma’il;
18. Kanjeng Nabi Isma’il, peputra Sayidina ‘Ujar;
19. Sayidina ‘Ujar, peputra Sayidin Malar;
20. Sayidin Malar, peputra Sayidin Ilyah;
21. Sayidin Ilyah, peputra Sayidin Malrikah;
22. Sayidin Malrikah, peputra Sayidina Kangat;
23. Sayidina Kangat, peputra Sayidina Marah;
24. Sayidina Marah, peputra Sang Prabu Kalap;
25. Sang Prabu Kalap, peputra Sayidina Kasa;
26. Sayidina Kasa, peputra ‘Abdu’lmanab;
27. Abdu’lmanab, peputra Kanjeng Baginda Sim;
28. Kanjeng Baginda Sim, peputra ‘Abdu’lmuntalip;
29. ‘Abdu’lmuntalip, peputra ‘Abdu’llah;
30. ‘Abdu’llah, peputra Kanjeng Sayidina Maulana (Gusti Rasul),
31. Kanjeng Sayidina Maulan (Gusti Rasul), Garwa Sitti Aminah, peputra Dewi Sitti Fatimah;
32. Dewi Sitti Fatimah, kagarwa Baginda ‘Ali, peputra Sayidin Kusen;
33. Sayidin Kusen, peputra Sayidin Maulana Zainal ‘Abidin;
34. Sayidin Maulana Zainal ‘Abidin, peputra Sayidin Maulana Zainal ‘Alim;
35. Sayidin Maulana Zainal ‘Alim, peputra Syeh Zainal Kabir;
36. Syeh Zainal Kabir, peputra Syeh Namudini’lkabir;
37. Syeh Namudini’lkabir, peputra Syeh Namuju’ldini’lkobra;
38. Syeh Namuju’ldini’lkobra, peputra Syeh Sema’un;
39. Syeh Sema’un, peputra Syeh Chasan;
40. Syeh Chasan, peputra Syeh ‘Abdullah;
41. Syeh ‘Abdullah, peputra Syeh ‘Abdu’rrahman;
42. Syeh ‘Abdu’rrahman, peputra Syeh Maulana Mahmuddini’lkabir;
43. Syeh Maulana Mahmuddini’lkabir, peputra Kanjeng Maulana Syeh Maulana Mahmuddini’lkobra;
44. Kanjeng Maulana Syeh Maulana Mahmuddini’lkobra, peputra Kanjeng Maulana Iskak;
45. Kanjeng Maulana Iskak, peputra Syeh Wali Lanang;
46. Syeh Wali Lanang, peputra Sang Prabu Satmata (Susuhunan Giri Sapisan);
47. Sang Prabu Satmata (Susuhunan Giri Sapisan), peputra Susuhunan Giri Kapindo;
48. Susuhunan Giri Kapindo, peputra Pangeran Saba;
49. Pangeran Saba, peputra pawestri, kagarwa Kiai Ageng Mataram;
50. Pawestri garwane Kiai Ageng Mataram, peputra Panembahan Senapati Inggalaga Mataram.

Kiai Ageng Mataram mau ing ngarep asma Bagus Kacung, banjur asmaKiai Ageng Pamanahan, sabanjure asma Kiai Ageng Mataram, garwane turun 50 saka Kanjeng Nabi Adam.

Sejarah Benggala sarta Jawa
Jejer :
0. Bebuka Kanjeng Nabi Adam, garwa Sitti Kawa, apeputra Kanjeng Nabi Sis.
Turun :
1. Kanjeng Nabi Sis, garwa widadari asma Dewi Sitti Mulat, apeputra 2 :
c. Sayid Anwas, nurunake Nabi sarta Arab;
d. Sayid Anwar, nurunake Benggala sarta Jawa, (kaya kang kasebut ing sejarah Benggala sarta Jawa).
2. Sayid Anwar, asmane Dewa jejuluk Sang Hyang Nurcahya, krama Putri Jin asma Dewi Nurrini, banjur peputra Sang Hyang Nurrasa;
3. Sang Hyang Nurrasa, garwa asma Dewi Rawati, Putri Jin, peputra Sang Hyang Wenang;
4. Sang Hyang Wenang, garwa asma Dewi Retna Saoti, Putri Jin, peputra Sang Hyang Tunggal;
5. Sang Hyang Tunggal, garwa asma Dewi Rakti, kasebut Rekatawati, Putri Jin, peputra Sang Hyang Guru;
6. Sang Hyang Guru, garwa asma Dewi Uma, peputra Sang Hyang Brahma;
7. Sang Hyang Brahma, garwa asma Dewi Rarassati, peputra Sri Brahmana Raja;
8. Sri Brahmana Raja, garwa asma Dewi Sri Una, peputra Tritrusta ing Gilingaya;
9. Tritusta ing Gilingaya, garwa asma Dewi Retna Diwati, peputra Prabu Parikenen;
10. Prabu Parikenen, garwa asma Dewi Bramaneki, peputra Resi Manumanasa;
11. Resi Manumanasa, garwa asma Dewi Retnawati, peputra Resi Sakutrem;
12. Resi Sakutrem, garwa asma Dewi Retna Nilawati, peputra Raden Sakri;
13. Raden Sakri, garwa asma Dewi Sakti, peputra Prabu Palasara ing Ngastina;
14. Prabu Palasara ing Ngastina, garwa asma Dewi Durgandini, peputra Prabu (Bagawan) Bjasa;
15. Prabu (Bagawan) Bjasa, garwa Dewi Ambika, peputra Prabu Pandu Dewanata;
16. Prabu Pandu Dewanata, garwa asma Dewi Kunti Nalibrata, peputra Raden Premadi;
17. Raden Premadi, garwa asma Dewi Wara Sumbadra, peputra Raden Angkawijaya;
18. Raden Angkawijaya, garwa Dewi Utari, peputra Prabu Parikesit ing Ngastina;
19. Prabu Parikesit ing Ngastina, garwa asma Dewi Tapen, peputra Prabu Yudayana ing Ngastina;
20. Prabu Yudayana ing Ngastina, garwa Dewi Gendrawati, peputra Prabu Gendrayana;
21. Prabu Gendrayana, garwa asma Dewi Padmawati, peputra Jayabaya ing Kediri;
22. Prabu Jayabaya ing Kediri, garwa asma Dewi Sara, peputra Jayaamijaya ing Kediri;
23. Prabu Jayaamijaya ing Kediri, garwa asma Dewi Satapi, peputra Jayaamisena ing Kediri. Sabanjure nurunake para Nata ing Majapahit.

Babad Tanah Djawa, Gancaran
Kawiwitan saka Karaton Blambangan kang nunggal jaman karo majapahit tumeka Demak lan Pajang
Cap-capan kapindo
Kaimpun dening Wiryapanitra
Toko Buku “SADU-BUDI” Sala,
Bebuka 1 Oktober 1945

Baca Selengkapnya..

SANGKALAN TITIMASA SAWATAWIS

Bedahipun Majapahit, Blambangan tasih mardika
Adeging Majapahit “Watu mungal katon tunggal” th. 1301
Bedahipun Majapahit “Sirna ilang kertaning bumi” th. 1400
Adeging Bintara (Demak) “Geni mati siniram ing janmi” th. 1403
Adeging Pajang “Tri lunga manca bumi” th. 1503
Bedahipun Pajang “Trusing guna tataning rat” th. 1539
Adeging Mataram “Leng welut margining bumi” th. 1539
Bedahipun Mataram “Sirna ilang rasaning janma” th. 1600
Adeging Kartasura “Mantri luhur obahing janma” th. 1603
Bedahipun Kartasura “Pandita nenem angojog jagad” th. 1667
Adeging Surakarta “Sirnaning swara rasa tunggal” th. 1670
Pangung Sangga Buwana “Pa agung luhur sinangga buwana” th. 1708
Windwijzer (pituduh lakuning angin) “Naga muluk tinitihan ing janma” th. 1708


Babad Tanah Djawa, Gancaran
Kawiwitan saka Karaton Blambangan kang nunggal jaman karo majapahit tumeka Demak lan Pajang
Cap-capan kapindo
Kaimpun dening Wiryapanitra
Toko Buku “SADU-BUDI” Sala,
Bebuka 1 Oktober 1945

Baca Selengkapnya..